BAB
4
SUMBER-SUMBER
HUKUM DI INDONESIA
Sucita Ramadhanti
Dengan materi video oleh :
Cekli Setya Pratiwi Official Youtube
Channel
(https://youtu.be/fMEJcy5tUdM)
Berdasarkan pada pembahasan dalam video pembelajaran oleh dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, ibu Cekli Setya Pratiwi, S.H., L.LM., M.CL. menjelaskan pengertian dari sumber hukum Indonesia, yaitu tempat dimana
menemukan hukum di Indonesia atau segala dasar bagi pembentukan hukum di
Indonesia.
Hukum dapat diartikan sebagai segala peraturan perundang-undangan yang
dibuat oleh lembaga yang berwenang membentuk hukum dan berlaku mengikat bagi
setiap warga negara. Pembentukan suatu Hukum dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain :
a)
Faktor politik
b)
Faktor ekonomi
c)
Faktor sosial
d)
Faktor budaya
Sumber hukum di bedakan
menjadi 2, yakni :
·
Sumber hukum Materiil
Hukum yang dibentuk
melalui kesadaran masyarakat dimana masyarakat dianggap memiliki pengetahuan
tentang apa itu hukum. Segala sesuatu yang menentukan isi dari hukum atau
tentang faktor-faktor yang menentukan isi dari suatu hukum.
Untuk menentukan soal
politik yang berkembang, apabila terdapat
masyarakat yang mendesak tentang adanya kebutuhan hukum tertentu atau
kebutuhan melakukan revisi pada hukum tertentu. Contohnya, seperti : Ketika
masyarakat menderak pemerintah untuk revisi tentang UU ITE, maka itu akan
mempengaruhi situasi politik Indonesia sehingga suasana perdebatannya semakin
hangat. Oleh karena itu, kebijakan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo yang
hendak merevisi UU ITE tersebut sesungguhnya tidak terlepas dari situasi sosial,
situasi masyarakat maupun situasi politik di Indonesia.
Yang dimaksudkan dari
faktor-faktor yang menentukan isi dari suatu hukum atau yang melatarbelakangi
bagaimana hukum itu akan dirumuskan ataupun dirubah kemudian.
Faktor-faktor bisa
dilihat ketika melihat konteks Indonesia, maka sumber hukum materiil bisa
berupa dalam bentuk Pancasila, yakni sebagai sumber dan segala sumber
hukum. Dimana Pancasila tersebut terdiri dari lima sila, kemudian sila-sila
tersebut yang mempengaruhi isi dari suatu hukum. Misalnya, seperti bagaimana
menerjemahkan sila ke-1 yakni Ketuhanan yang Maha Esa, dan sebagainya.
·
Sumber Hukum Formil
Jika merujuk pada pasal 7
UU No. 12 tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan, maka berikut urutan
dari tata aturan di Indonesia :
1.
UUD 1945
2.
Ketetapan MPR
3.
UU/Peraturan Perundang-undangan
4.
Peraturan Pemerintah
5.
Peraturan Presiden
6.
Peraturan Daerah Provinsi
7.
Peraturan Daerah Kabupaten dan Kota
A.
Amandemen
UUD 1945 diadakan sebanyak 4
kali, dengan rincian sebagai berikut :
-
Amandemen I :
Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999
-
Amandemen II
: Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000
-
Amandemen III
: Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001
-
Amandemen IV
: Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002
B.
TAP MPR jika
dibandingkan pada masa Orde Baru, disini tidak dimasukkan peraturan-peraturan lainnya
seperti instruksi menteri. Demikian, intruksi menteri bukanlah peraturan-perundangan,
melainkan sebuah kebijakan yang bersifat eksekutif saja, sehingga biasanya ia tidak
boleh mengikat secara publik atau umum, melainkan mengikat lingkup yang lebih
internal.
C.
Hukum adat/kebiasaan
Yaitu
perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan berulang-ulang dan terus menerus dalam
jangka waktu yang lama yang bersifat umum untuk mengatur persoalan-persoalan
yang umum. Meskipun dia tidak tertulis, tetapi sangat ditaati oleh masyarakat
dimana hukum adat itu berlaku. Sehingga kebiasaan tersebut dianggap sebagai
suatu hukum.
Ada
kalanya hukum adat diakui atau diadopsi menjadi sebuah hukum positif. Salah
satunya adalah tentang konsep hak Ulayat. Di dalam hak ulayat, seseorang yang
meninggalkan lahan yang dimiliki dan dalam jangka waktu bertahun-tahun tidak
diurus. Kemudian masyarakat setempat yang tidak memiliki tempat tinggal, membuka
lahan tersebut kemudian mendirikan rumah disitu, maka hal tersebut tidak
masalah. Demikian lahan tersebut dianggap beralih kepemilikan melalui
proses-prose tertentu dalam hak ulayat tersebut.
Pengakuan
hak ulayat dalam masyarakat adat juga kemudian diakui di dalam UU ataupun dalam
Hukum Pertanahan Nasional. Hal ini menunjukkan bahwa hukum kebiasaan atau hukum
adat juga bisa berlaku mengikat.
D.
Yurisprudensi (Hukum yang terbentuk
atat putusan pengadilan/putusan hakim)
Ada
yang bersifat tetap, yaitu seperti putusan hakim terdahulu yang kemudian diikuti
oleh hakim-hakim selanjutnya, pada perkara yang sejenis atau serupa. Ada yang sifatnya
tidak tetap karena tidak diikuti oleh hakim-hakim lainnya ataupun pengadilan, meskipun dengan perkara yang serupa.
Di Indonesia memang tidak mengaku yurisprudensi sebagai suatu sumber hukum yang
mengikat. Artinya, pengadilan tidak terikat terhadap yurisprudensi pengadilan yang
lain.
Yurisprudensi
saat ini mengalami perkembangan dimana kepastian hukum itu penting. Demikian, jike
putusan pengadilan dibuat secara adil dan dengan kehati-hatian, kecermaten, serta
dikuatkan oleh MA (Mahkamah Agung), maka alangkah baiknya, hakim di pengadilan
di tingkat bawahnya mengikuti putusan hakim sebelumnya dalam perkara yang serupa.
Karena hal tersebut akan membangun ataupun memperkuat kepastian hukum.
Meskipun
bukan negara yang menganut sistem Common Law, tetapi yurisprudensi di negara-negara
Eropa kontinental (Belanda) justru sangat mengakui yurisprudensi, sehingga
yurisprudensi dihargai oleh hakim-hakim yang lain bahkan diikuti. Maka ini akan
membangun suatu kepastian hukum yang lebih baik.
E.
Traktat/International Agreement
(Perjanjian Internasional)
Suatu
perjanjian yang dibuat oleh negara maupun subjek hukum Internasional lainnya,
misalnya seperti organisasi International yang dibuat secara tertulis dengan
tata cara yang diatur menurut hukum Internasional.
Hukum
Internasional yang dibuat tidak bisa hanya dengan lisan saja, melainkan harus
secara tertulis yang dibuat berdasarkan tata cara Hukum Internasional yang
dimuat dalam konvensi Wina tentang penanjian Internasional.
Menurut
bentuknya, Hukum Internasional yang bersifat Bilateral (perjanjian yang dibuat oleh
dua negara), bersifat Regional (Perjanjian yang dibuat di kawasan tertentu, misalnya
ASEAN, UNI EROPA dan hanya mengikat negara-negara dalam kawasan tertentu yang
menyetujui perjanjian) serta bersifat Multilateral (karena melibatkan banyak
negara International yang tidak berada dalam suatu kawasan, seperti PBB). Alasan
perjanjian ini mengikat secara hukum karena adanya prinsip perjanjian atau kesepakatan adalah UU bagi para pihak yang
membuatnya.
F.
Doktrin/pendapat para ahli hukum yang
terkemuka
Pendapat ahli hukum
terkemuka yang dijadikan rujukan didalam menyelesaikan masalahnhukum. Baik di tingkat
domestik maupun di tingkat internasional . Pendapat para ahli ini dituangkan
dalam Putusan-putusan hakim yang kemudian menjadi sumber hukum dalam bentuk
berupa yurisprudensi.
(Sumber tertera di atas)
0 komentar:
Posting Komentar