Senin, 12 April 2021

BAB 4 - SUMBER-SUMBER HUKUM DI INDONESIA



BAB 4

SUMBER-SUMBER HUKUM DI INDONESIA

Oleh:

Sucita Ramadhanti

Dengan materi video oleh :

Cekli Setya Pratiwi Official Youtube Channel

(https://youtu.be/fMEJcy5tUdM)

 

 

Berdasarkan pada pembahasan dalam video pembelajaran oleh dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, ibu Cekli Setya Pratiwi, S.H., L.LM., M.CL. menjelaskan pengertian dari sumber hukum Indonesia, yaitu tempat dimana menemukan hukum di Indonesia atau segala dasar bagi pembentukan hukum di Indonesia.

Hukum dapat diartikan sebagai segala peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh lembaga yang berwenang membentuk hukum dan berlaku mengikat bagi setiap warga negara. Pembentukan suatu Hukum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

a)      Faktor politik

b)      Faktor ekonomi

c)      Faktor sosial

d)      Faktor budaya

 

Sumber hukum di bedakan menjadi 2, yakni :

·         Sumber hukum Materiil

Hukum yang dibentuk melalui kesadaran masyarakat dimana masyarakat dianggap memiliki pengetahuan tentang apa itu hukum. Segala sesuatu yang menentukan isi dari hukum atau tentang faktor-faktor yang menentukan isi dari suatu hukum.

Untuk menentukan soal politik yang berkembang, apabila terdapat  masyarakat yang mendesak tentang adanya kebutuhan hukum tertentu atau kebutuhan melakukan revisi pada hukum tertentu. Contohnya, seperti : Ketika masyarakat menderak pemerintah untuk revisi tentang UU ITE, maka itu akan mempengaruhi situasi politik Indonesia sehingga suasana perdebatannya semakin hangat. Oleh karena itu, kebijakan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo yang hendak merevisi UU ITE tersebut sesungguhnya tidak terlepas dari situasi sosial, situasi masyarakat maupun situasi politik di Indonesia.

Yang dimaksudkan dari faktor-faktor yang menentukan isi dari suatu hukum atau yang melatarbelakangi bagaimana hukum itu akan dirumuskan ataupun dirubah kemudian.

 

Faktor-faktor bisa dilihat ketika melihat konteks Indonesia, maka sumber hukum materiil bisa berupa dalam bentuk Pancasila, yakni sebagai sumber dan segala sumber hukum. Dimana Pancasila tersebut terdiri dari lima sila, kemudian sila-sila tersebut yang mempengaruhi isi dari suatu hukum. Misalnya, seperti bagaimana menerjemahkan sila ke-1 yakni Ketuhanan yang Maha Esa, dan sebagainya.

 

·         Sumber Hukum Formil

Jika merujuk pada pasal 7 UU No. 12 tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan, maka berikut urutan dari tata aturan di Indonesia :

1.      UUD 1945

2.      Ketetapan MPR

3.      UU/Peraturan Perundang-undangan

4.      Peraturan Pemerintah

5.      Peraturan Presiden

6.      Peraturan Daerah Provinsi

7.      Peraturan Daerah Kabupaten dan Kota

 

A.    Amandemen UUD 1945 diadakan sebanyak 4 kali, dengan rincian sebagai berikut :

-          Amandemen I : Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999

-          Amandemen II : Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000

-          Amandemen III : Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001

-          Amandemen IV : Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002

 

B.     TAP MPR jika dibandingkan pada masa Orde Baru, disini tidak dimasukkan peraturan-peraturan lainnya seperti instruksi menteri. Demikian, intruksi menteri bukanlah peraturan-perundangan, melainkan sebuah kebijakan yang bersifat eksekutif saja, sehingga biasanya ia tidak boleh mengikat secara publik atau umum, melainkan mengikat lingkup yang lebih internal.

 

C.     Hukum adat/kebiasaan

Yaitu perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan berulang-ulang dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama yang bersifat umum untuk mengatur persoalan-persoalan yang umum. Meskipun dia tidak tertulis, tetapi sangat ditaati oleh masyarakat dimana hukum adat itu berlaku. Sehingga kebiasaan tersebut dianggap sebagai suatu hukum.

Ada kalanya hukum adat diakui atau diadopsi menjadi sebuah hukum positif. Salah satunya adalah tentang konsep hak Ulayat. Di dalam hak ulayat, seseorang yang meninggalkan lahan yang dimiliki dan dalam jangka waktu bertahun-tahun tidak diurus. Kemudian masyarakat setempat yang tidak memiliki tempat tinggal, membuka lahan tersebut kemudian mendirikan rumah disitu, maka hal tersebut tidak masalah. Demikian lahan tersebut dianggap beralih kepemilikan melalui proses-prose tertentu dalam hak ulayat tersebut.

Pengakuan hak ulayat dalam masyarakat adat juga kemudian diakui di dalam UU ataupun dalam Hukum Pertanahan Nasional. Hal ini menunjukkan bahwa hukum kebiasaan atau hukum adat juga bisa berlaku mengikat.

 

D.    Yurisprudensi (Hukum yang terbentuk atat putusan pengadilan/putusan hakim)

Ada yang bersifat tetap, yaitu seperti putusan hakim terdahulu yang kemudian diikuti oleh hakim-hakim selanjutnya, pada perkara yang sejenis atau serupa. Ada yang sifatnya tidak tetap karena tidak diikuti oleh hakim-hakim lainnya ataupun  pengadilan, meskipun dengan perkara yang serupa. Di Indonesia memang tidak mengaku yurisprudensi sebagai suatu sumber hukum yang mengikat. Artinya, pengadilan tidak terikat terhadap yurisprudensi pengadilan yang lain.

Yurisprudensi saat ini mengalami perkembangan dimana kepastian hukum itu penting. Demikian, jike putusan pengadilan dibuat secara adil dan dengan kehati-hatian, kecermaten, serta dikuatkan oleh MA (Mahkamah Agung), maka alangkah baiknya, hakim di pengadilan di tingkat bawahnya mengikuti putusan hakim sebelumnya dalam perkara yang serupa. Karena hal tersebut akan membangun ataupun memperkuat kepastian hukum.

Meskipun bukan negara yang menganut sistem Common Law, tetapi yurisprudensi di negara-negara Eropa kontinental (Belanda) justru sangat mengakui yurisprudensi, sehingga yurisprudensi dihargai oleh hakim-hakim yang lain bahkan diikuti. Maka ini akan membangun suatu kepastian hukum yang lebih baik.

 

E.     Traktat/International Agreement (Perjanjian Internasional)

Suatu perjanjian yang dibuat oleh negara maupun subjek hukum Internasional lainnya, misalnya seperti organisasi International yang dibuat secara tertulis dengan tata cara yang diatur menurut hukum Internasional.

Hukum Internasional yang dibuat tidak bisa hanya dengan lisan saja, melainkan harus secara tertulis yang dibuat berdasarkan tata cara Hukum Internasional yang dimuat dalam konvensi Wina tentang penanjian Internasional.

Menurut bentuknya, Hukum Internasional yang bersifat Bilateral (perjanjian yang dibuat oleh dua negara), bersifat Regional (Perjanjian yang dibuat di kawasan tertentu, misalnya ASEAN, UNI EROPA dan hanya mengikat negara-negara dalam kawasan tertentu yang menyetujui perjanjian) serta bersifat Multilateral (karena melibatkan banyak negara International yang tidak berada dalam suatu kawasan, seperti PBB). Alasan perjanjian ini mengikat secara hukum karena adanya prinsip perjanjian atau  kesepakatan adalah UU bagi para pihak yang membuatnya.

 

F.     Doktrin/pendapat para ahli hukum yang terkemuka

Pendapat ahli hukum terkemuka yang dijadikan rujukan didalam menyelesaikan masalahnhukum. Baik di tingkat domestik maupun di tingkat internasional . Pendapat para ahli ini dituangkan dalam Putusan-putusan hakim yang kemudian menjadi sumber hukum dalam bentuk berupa yurisprudensi.



(Sumber tertera di atas)

0 komentar:

Posting Komentar

Get to Know

Talk to me

Jika terdapat kesalahan maupun pelanggaran dalam penulisan, jangan sungkan untuk menghubungi saya segera. Anda merespon, anda peduli!

Address

Mataram City, West Nusa Tenggara

Work Time

Monday - Friday 24/7

Phone

+6281328717442

Cari Blog Ini

Sucita Ramadhanti. Diberdayakan oleh Blogger.