BAB 7 - HUKUM INTERNASIONAL: SEBUAH PENGANTAR
BAB 7
HUKUM INTERNASIONAL :
SEBUAH PENGANTAR
Oleh:
Sucita
Ramadhanti
Dengan
materi video oleh :
Cekli
Setya Pratiwi Official Youtube Channel
(https://youtu.be/RHyWPhB6OeU)
A. PENTINGNYA MEMPELAJARI HUKUM INTERNASIONAL
Berdasarkan pada pembahasan dalam video pembelajaran oleh dosen
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, ibu Cekli Setya Pratiwi, S.H.,
L.LM., M.CL., menjelaskan keadaan dari suatu hubungan antara
subyek hukum yang satu dengan yang lain sudah menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari. Terlebih lagi dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
pada masa kini. Sehingga dunia yang luas pun menjadi tidak terbatas dalam
mengaksesnya disebabkan dengan kemudahan dalam teknologi tersebut. Maka,
demikianlah suatu hukum internasional diperlukan untuk mengatur kompleksitas
urusan maupun hubungan antara masyarakat internasional menjadi terorganisir.
Demikian
bahwa seiring kompleksitas hubungan tersebut, berpengaruh pada kerjasama antara
negara yang satu dengan yang lain. Dengan adanya hukum internasional tentunya
dapat memudahkan terjalinnya hubungan tersebut. Juga untuk memudahkan dalam
menghadapi suatu konflik internasional agar terhindar dari perpecahan kesatuan.
Membahas
tentang kompeksitas hubungan tersebut tentu tidak jauh dari hal negatif yang disebabkan
oleh suatu konflik. Seperti kejahatan-kejahatan lintas negara, yang dapat
dilakukan dengan memanfaatkan kecanggihan suatu teknologi. Termasuk dalam
pelanggaran hak asasi dalam tiap-tiap negara yang masih sangat diantisipasi. Demikianlah
tantangan untuk hukum internasional dalam mengahadapi permasalahan-permasalahan
antar negara agar terhindarnya dari suatu perpecahan atau bahkan dapat menimbulkan
peperangan.
B. PENGERTIAN
HUKUM INTERNASIONAL
Merujuk
pada pengertian dari Muchtar Kusuma Atmaja dalam bukunya yang berjudul Hukum
Internasional Publik: Sebuah Pengantar, yang menjelaskan bahwa Hukum Internasional
merupakan keseluruhan kaedah yang mengatur hubungan maupun persoalan yang
melintasi batas suatu negara tertentu, serta tidak bersifat perdata melainkan
bersifat publik atau umum. Kata keseluruhan berarti keberagaman bentuk hukum
internasional seperti perjanjian multilateral atau bilateral, berbentuk prinsip
umum, kebiasaan internasional, berbentuk pendapat para pakar maupun
keputusan-keputusan.
Terdapat
tiga unsur berkaitan pengertian tersebut, yakni :
1. Hukum
internasional mengandung asas atau kaedah hukum. Tidak hanya sekedar mengandung
anjuran, melainkan mengandung asas dan norma hukum yang bersifat mengikat bagi
masyarakat internasional dalam mentaati hukum tersebut.
2. Keseluruhan
kaedah dalam hukum internasional berfungsi untuk melandasi suatu hubungan
antara subyek hukum internasional yang bersifat lintas batas negara.
3. Hukum
internasional bersifat publik. Hal ini mengatur urusan negara yang bersifat
menyeluruh dan mencakup semua. Kata publik sebenarnya tidak perlu diikutkan, karena
memahami bahwa hukum ini merupakan hukum publik.
C. SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
Merujuk
pada pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, atau pengadilan
internasional yakni yang memiliki peran untuk memutus sengketa atau masalah
antar negara yang didapat dari pengajuan dalam penyelesaiannya. Sehingga ia
bersifat pasif, karena hanya menerima pengajuan dari negara yang memintanya.
Berikut
sumber-sumber hukum Internasional yakni :
1. Perjanjian
internasional, ada yang bersifat umum (masyarakat internasional yang bersifat
multilateral) maupun khusus (bersifat bilateral).
2. Kebiasaan
internasional bersifat general atau menyeluruh serta mengikat, merupakan sebuah
bukti suatu praktek bersifat umum dan diterima sebagai hukum karena dilakukan
terus menerus dan berlangsung dalam janga waktu lama, serta diterima oleh masyarakat
internasional tanpa adanya penolakan dari negara terkait. Seperti PMI pada saat
situasi berperang yang tidak boleh diserang, karena pihak mereka untuk membantu
baik dari pihak kawan maupun lawan.
3. Prinsip-prinsip
general atau prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab yang
diakui.
4. Putusan-putusan
pengadilan atau pendapat para pakar dari sebelumnya (sebagai tambahan untuk
menguatkan, merujuk pada pasal 59)
D. LAPANGAN-LAPANGAN
HUKUM INTERNASIONAL
Berikut
merupakan lapangan-lapangan hukum internasional, antara lain :
1. Hukum
ruang angkasa
2. Hukum
diplomatik dan konsuler
3. Hukum
ekonomi internasional
4. Hukum
Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional
5. Hukum
Moniter internasional
6. Hukum
laut internasional
7. Hukum
lingkungan internasional
8. Hukum
organisasi internasional
9. Hukum
perdagangan internasional
10. Hukum
perjanjian internasional
11. Hukum
pidana internasional
12. Hukum
penyelesaian sengketa internasional
13. Hukum
udara
Masing-masing
lapangan tersebut memiliki ketentuan, pengertian, asas, maupun sumber yang
berbeda-beda.
E. ASAS-ASAS
HUKUM INTERNASIONAL
Berikut
merupakan asas-asas dari hukum internasional, antara lain :
1. Asas
pacta sunt servanda (asas perjanjian adalah hukum yang mengikat bagi para
pembuatnya), yaitu kesepakatan atau perjanjian antara subyek hukum
internasional yang harus disepakati oleh pihak yang berkaitan
2. Asas
etiket bait/bonavait
Hukum internasional
menekankan etiket baik bagi para anggotanya untuk menjalankan kesepakatan yang
telah mereka setujui serta mengganti kerugian apabila telah melanggarnya atau
telah melakukan tindak wanprestasi.
3. Asas
penyalahgunaan Hak (Abuse of right)
Setiap negara dilarang
menyalahgunakan hak, baik kepada warga negaranya sendiri maupun warga negara
lain. Karena negara merupakan sebagai pihak yang wajib melindungi serta
menghormati hak asasi manusia.
4. Asas
non-liquet
Yakni akim tidak dapat
menyatakan dirinya untuk tidak menangani suatu perkara dengan alasan tidak
tersedianya hukum. Asas ini diatur dalam pasal 38 ayat (2) statuta mahkamah
internasional.
5. Asas
Kriminal berlipat (Double criminality principal)
Ketika seseorang
melakukan tindak pidana di luar negeri, maka harus ditindak pidana sesuai
dengan kualifikasi dari negara tersebut. Baik itu merupakan pengajuan dari
negara tempat terjadinya tindak pidana tersebut, maupun negara ia berasal.
6. Asas
nebis in iden
Yaitu apabila pelaku suatu
kejahatan yang sudah diadili, maka tidak boleh diadili untuk kedua kalinya
dengan kasus yang sama.
7. Kesetaraan
dalam kedaulatan
Yakni suatu negara memiliki
integritas sendiri dalam suatu wilayahnya dan bebas dari pengaruh negara lain.
8. Asas
kebebasan negara
Yakni suatu negara bebas
melakukan tindakan apapun dalam wilayahnya selama tidak menimbulkan kerugian
bagi negara lainnya. Seperti melakukan exploitasi ataupun explorasi sumber daya
alam dalam negaranya sendiri dan tetap menjaga ketenangan dari negara lain.
9. Asas
stet responsibility (yakni menunjuk pada standar suatu perilaku dan kegagalan
yang memenuhi standar tersebut. Seperti contoh
terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dalam suatu negara) dan stet leability
(yakni tanggungjawab akibat kerugian yang ditimbulkan dalam memenuhi sebuah
standar sehingga menimbulkan tuntutan ganti rugi maupun pemulihan)
F. HUKUM
INTERNASIONAL BERSIFAT MENGIKAT
Hubungan antar masyarakat
internasional tersebut bersifat kooperatif, atau mendukung satu sama lain. Hukum
Internasional itu mengikat bagi negara bukan karena kehendak mereka
satu per satu untuk terikat, melainkan karena adanya suatu kehendak bersama
(Vereinbarung), yang lebih tinggi dari kehendak masing-masing negara, untuk
tunduk kepada Hukum Internasional.
Menurut
beberapa ahli seperti John Austin, Spinoza, dll. Bahwa hukum internasional
bukanlah hukum dikarenakan :
- Hukum
internasional tidak memiliki kekuasaan eksekutif yang kuat
- Hukum
internasional bersifat koordinasi, tidak subordinasi
- Hukum
internasional tidak memiliki lembaga legislatif, yudikatif, dan lembaga polisional
- Hukum
internasional tidak bisa memaksakan kehendak masyarakat internasional
Dengan alasan-alasan tersebut, menurut John Austin dan lainnya, hukum
internasional bukanlah hukum maupun undang-undang, karena tidak memiliki sifat
hukum, sehingga hanya merupakan moral internasional. Meskipun begitu, pendapat tersebut
kurang tepat, karena meskipun tidak terdapat suatu badan hukum bukan berarti
hukum tersebut tidak ada, dan tidak selamanya hukum tertentu harus dijalankan
oleh suatu badan. Tidak adanya badan hukum bisa saja terjadi karena hukum
internasional kurang efektif, tetapi bukan berarti tidak ada.
Misalnya
seperti hukum adat di Indonesia, yang bisa berjalan tanpa adanya badan yang
mengatur. Demikian lembaga legislatif internasional dijalankan oleh Mahkamah
Internasional. Juga kebiasaan-kebiasaan internasional diterima sebagai hukum
karena keyakinan masyarakat internasional. Sedangkan lembaga yudikatif
internasional dijalankan oleh Mahkamah Internasional dan Mahkamah Arbitrase
Permanen.