Hello!

It's honor to have you here, visitors. Selamat berjelajah tentang hukum di sekitar kita.

Let's Check! Purchase Theme

Tujuan pembuatan blog

Unique Design

Dengan desain yang tentu tidak bikin ngantuk, hehe.

Masa, sih?

Great Concept

Konsep yang dijamin membuat gak gampang bosen, kok.

Apa iya?

Advanced UI

Teruntuk dosen-dosen saya, silahkan mampir di blog yang penuh ketidaksempurnaan ini.

Makasih, Pak/Bu!

Friendly Type

Tipe yang asyik layaknya lawakan bapack-bapack pos ronda.

Keren, sih!

Jumat, 18 Juni 2021

ANALISA JURNAL HUKUM


ANALISA JURNAL HUKUM 

International Journal Of Innovation, Creativity And Change

"Islamic Criminal Law Review on the Duality of Principles of Legality in the Draft of Indonesia Criminal Law"

(Tinjauan Hukum Pidana Islam tentang Dualitas Asas Legalitas dalam Rancangan KUHP Indonesia)


Nama Peninjau

Sucita Ramadhanti

NIM/Kelas

202010110311356/F

Mata Kuliah/Fakultas

Hukum Tata Negara/Fakultas Hukum

Dosen Pengampu

Sholahuddin Al-Fatih, S.H., M.H.

Tempat Kuliah

Universitas Muhammadiyah Malang

Tempat/Tanggal Pembuatan

Mataram, 16 Juni 2021

Tujuan Pembuatan

Dalam rangka memenuhi Tugas Akhir Semester

 

Penulis/Peneliti

Sahuri Lasmadi

 

Ahmad Rofiq

 

Hari Sutra Disemadi

 

Sholahuddin Al-Fatih

Judul

ISLAMIC CRIMINAL LAW REVIEW ON THE DUALITY OF PRINCIPLES OF LEGALITY IN THE DRAFT OF INDONESIA CRIMINAL LAW

(Tinjauan Hukum Pidana Islam tentang Dualitas Asas Legalitas dalam Rancangan KUHP Indonesia)

Nama Jurnal

International Journal of Innovation, Creativity and Change

Volume

Volume 14, Edisi 2

Tahun

2020

Website

www.ijicc.net

Latar Belakang

Dalam jurnal tersebut dilatar belakangi oleh penelitian dalam RKUHP tentang asas legalitas yang bersesuaian dengan Hukum Pidana Islam. Dengan asas legalitas yang terkandung di dalam RKUHP dikhawatirkan mengalami pembaharuan yang dapat menyebabkan pergeseran makna dari seharusnya. Seperti pada perubahan RKUHP Indonesia mengatakan bahwa keduanya (dengan Hukum Pidana Islam) harus bersandingan hingga dapat menciptakan gagasan baru yang dinamakan ‘ide keseimbangan’ antara hukum formil dan hukum materiil.

Ajaran hukum agama Islam tentunya bersanding dalam kehidupan masyarakat sebagaimana pula hukum positif di Indonesia, termasuk dalam ranah pidana. Berdasarkan hal tersebut yang kemudian mencetuskan suatu konsep untuk meninjau bagaimana asas legalitas itu sendiri dalam kajian hukum pidana Islam. Karena agama Islam merupakan salah satu agama dominan yang bahkan ajarannya mencakup sangat luas dalam aspek kehidupan bermasyarakat di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini untuk mengkaji terkait adanya kaitan asas legalitas secara konseptual dari pandangan Hukum Pidana Islam yang diterapkan dalam RKUHP. Berdasarkan pendapat bahwa konsep asas legalitas dalam RKUHP harus bersesuaian dengan konsep asas legalitas dalam hukum pidana islam. Sehingga kesesuaian isi keduanya dapat menghasilkan suatu keseimbangan.

Metode Penelitian

Penelitian dalam jurnal tersebut menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual

Material/Bahan

Bahan penelitian jurnal tersebut menggunakan bahan hukum, seperti perundang-undangan, bahan pustaka, dan jurnal hukum.

Hasil dan Pembahasan

Pembahasan dalam jurnal tersebut menjelaskan, sebagaimana awalnya dalam sejarah, sumber formil pencetusan Asas Legalitas terdapat dalam konstitusi Perancis yakni Declaration des Droits de Lommee du Citoyen (1789). Dikemukakannya asas tersebut berdasarkan suara rakyat Perancis pada kekuasaan Raja Louis XVI yang telah muak akibat penyewenangan hak oleh penguasa terhadap hak-hak individu masyarakatnya. Namun, asas legalitas tersebut pada hakikat awalnya jauh telah dikenalkan oleh Syariat Islam melalui Al-Qur’an sebagai pedoman umat manusia. Hal ini menyiratkan bahwa terbentuknya asas legalitas melalui ketentuang sang Ilahi, sehingga dijadikan sebagai dasar utama oleh Hukum Pidana Islam. Sebagaimana yang telah dijabarkan Penulis tentang salah satu contoh dalam tindak pidana Islam yakni Jarimah yang terbagi menjadi tiga jenis, yakni hudud, qishash, dan ta’zir. Ketiganya merupakan kategorisasi bagi tindak kejahatan dengan sanksinya.

Ketiga ketentuan hukuman tersebut memiliki tindakan hukum yang sama dengan dengan hukum pada dasarnya. Ketiganya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan, tanpa campur tangan dari Hakim. Yang menjadi perbedaan disini ialah adanya pengaruh pengampunan oleh anggota keluarga korban dalam pelaksaan qishash sang terdakwa. Maka hukuman qishash harus diganti dengan diyat (kompensasi) kepada keluarga korban. Hal ini telah ditentukan dalam Al-Qur’an bahkan Hakim-pun tidak bisa merubahnya ataupun memaksakan kehendaknya melawan hukum yang tertuang di dalamnya. Yang mana, menurut penulis, hal inilah yang dikatakan sebagai keadilan restoratif. Yakni terdapat adanya perlindungan hak individu dari bagi sang pelaku maupun korban.

Maka, dengan adanya perlindungan masyarakat dan perlindungan individu yang dicapai melalui kategorisasi kejahatan dan sanksinya, hal inilah yang telah lama dicari oleh hukum pidana Barat. Justru hal ini sudah ditemukan oleh syariat Islam jauh sebelum rumusan Asas legalitas terbentuk. Sehingga melihat dari konsep tersebut, maka RKUHP sebagaimana yang diutarakan oleh Nawawi Arief, menetapkan suatu kebijakan yang salah satunya adalah menyeimbangkan antara kriteria formil dan kriteria materil. Seperti halnya dalam Hukum Pidana Islam. Sehingga dengan ini dapat dikatakan bahwa RKUHP mengandung unsur dalam hukum pidana Islam. Namun terdapat adanya titik keseuaian antara asas legalitas materil dengan legalitas dalam Hukum Pidana Islam, yakni yang terletak dalam penyebutan tindak pidana yang spesifik.

Contohnya seperti dalam asas legalitas kebendaan, dasar pemidanaan seseorang tidak hanya dari aturan tertulis, namun juga dengan aturan tidak tertulis sebagaimana yang telah berlaku dalam masyarakat yakni dalam Hukum Adat itu sendiri. Sedangkan dalam Hukum Pidana Islam, tidak menyebutkan secara spesifik/khusus ketentuannya, melainkan dengan dasar apabila perbuatan tersebut menganggu kepentingan umum, maka dapat dipidanakan. Dengan tidak adanya penentuan ini justru berdasarkan pula dalam hukum adat, yang mana tiap daerah tertentu memiliki kategori pelanggaran yang berbeda dengan daerah lainnya.

Maka, seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa Rancangan KUHP berisi asas legalitas seperti yang terdapat pada Hukum Pidana Islam.

Kesimpulan

Berdasarkan keseluruhan pembahasan dalam jurnal tersebut, kesimpulan terletak pada keterkaitan asas legalitas dalam Hukum Pidana Islam Islam yang menjadi acuan dalam rancangan KUHP Indonesia. Bahwa dasar prinsip asas legalitas yang seperti itulah, hukum di Barat sangat ingin menerapkan karena berdasarkan penerapan hak individu secara adil dan tidak sewenang-wenangnya oleh penguasa. Keinginan dalam hal ini didasari oleh sejarah latar belakang pada masa pemerintahan Luis XVI yang menerapkan kekuasaan penguasa yang absolut power. Karena itulah kesejahteraan rakyat yang menjadi korban. Jauh sebelum pemikiran barat tentang penerapan asas legalitas dengan hak individual tersebut, syariat Islam telah menerapkannya berdasarkan isi dalam Al-Qur’an sebagai pedoman manusia menjalani kehidupan. Pedoman tersebut berasal dari ketentuan sang Ilahi. Hal ini berlaku pula pada konsep asas legalitas dalam Hukum Pidana Islam yang menganggap bahwa pandangan Ilahi lebih dapat memahami sifat manusia dan memahami aspirasi, sehingga konsep tersebut dapat mencapai keseimbangan antara perlindungan masyarakat maupun perlindungan individu. Hal inilah yang menjadi gagasan konsep dalam RKUHP yang mana dinamakan ide keseimbangan.

RKUHP mengatakan bahwa mereka ingin menyeimbangkan baik kriteria formil maupun kriteria materiil yang sesuai dengan asas legalitas dalam Hukum Pidana Islam. Hal ini dapat mudah diterima masyarakat, mengingat bahwa agam Islam sangat berkembang dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, sehingga dapat beradaptasi dengan baik.

Keunggulan

Salah satu dari keunggulan dalam jurnal ini yang menarik perhatian yakni pemaparan konsep yang merujuk pada pemahaman Hukum Pidana Islam, yang mungkin belum banyak diketahui oleh masyarakat luas pada umumnya. Serta bagaimana hukum di Barat berusaha meraih penerapan konsep yang sama dalam sistem hukumnya. Maka dengan menjabarkannya dalam isi jurnal ini, pembaca dapat memahami sekaligus ikut berfikir mengenai tujuan yang dimaksudkan dalam pembuatan jurnal ini.

Kekurangan

-

Limitasi

-

Saran

Tidak ada saran yang menjurus karena keseluruhan pembahasan cukup menarik dan tidak keluar dari judul besarnya

 


Sumber :

https://repository.unja.ac.id/id/eprint/17698

Rabu, 02 Juni 2021

WARGA NEGARA & KEWARGANEGARAAN INDONESIA

 

WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN

Oleh : Sucita Ramadhanti

 

A.    Warga Negara

Sekelompok orang atau rakyat yang menetap dalam suatu wilayah di dalam suatu negara, maka itulah yang dinamakan warga negara. Maka, apabila rakyat tersebut berada dalam negara Indonesia, disebut sebagai warga negara Indonesia[1]. Seperti yang telah disebutkan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006[2], yakni warga negara Indonesia mengatur pengertian dalam penentuan warga negaranya sendiri, yakni :

1.    Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundangan atau perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi warga Negara Indonesia

2.      Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia

3.   Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing

4.      Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia

5.      Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut

6.      Anak yang lahir dalam tenggang waktu tiga ratus hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia

7.      Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia

8.      Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya

9.      Anak yang baru lahir yang ditemukan di Wilayah Negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui

10.  Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya

11.  Anak yang dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan

12.  Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia

13.  Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia delapan belas tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia

14.  Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia lima tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia

Dalam suatu Negara, warga negara merupakan subjek hukumyang menyandang penuh hak maupun kewajiban, baik dari negara maupun kepada negara. Hak-hak tersebut meliputi hak mendapat pengakuan dari negara, wajib dihormati dan dilindungi, serta dipenuhi fasilitasnya oleh negara. Begitu pula kewajiban warga negara terhadap negara meliputi mengakui, menghormati serta menaati dan menunaikan segala peraturan negara. Secara lengkapnya, hak warga negara yang tercantum dalam UUD 1945, seperti[3] :

1.      Hak dasar dalam menyatakan diri sebagai warga negara dan penduduk Indonesia atau ingin menajdi warga negara suatu negara (Pasal 26)

2.      Persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 ayat (1))

3.      Memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat (2))

4.      Kemerdakaan dalam berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran lisan dan tulisan sesuai dengan UU (Pasal 28)

5.      Jaminan memeluk salah satu agama dan pelaksanaan ajaran agamanya masing-masing (Pasal 29 ayat (2))

6.      Ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30)

7.      Mendapatkan pendidikan (Pasal 31)

8.      Mengembangkan kebudayaan Nasional (Pasal 32)

9.      Mengembangkan usaha-usaha dalam bidang Ekonomi (Pasal 33)

10.  Memperoleh jaminan pemeliharaan dari pemerintah sebagai fakir miskin (Pasal 34)

Hak-hak tersebut juga terbagi dalam beberapa bidang, seperti hak dalam bidang politik, pendidikan, ekonomi, maupun budaya, seperti :

1.      Bidang Politik

Hak untuk memilih dan dipilih, mendirikan dan memasuki suatu organisasi sosial politik, maupun ikut serta dalam jalannya pemerintahan

2.      Bidang Pendidikan

Hak untuk memperoleh pendidikan, mengembangkan karir pendidikan mendirikan lembaga pendidikan swasta, serta menangani pendidikan

3.      Bidang Ekonomi

Hak dalam memperoleh pekerjaan, memperoleh kehidupan yang layak, hak memiliki barang serta hak untuk berusaha

4.      Bidang Sosial Budaya

Hak untuk mendapat pelayanan sosial, kesehatan, pendidikan penerangan, hak untuk mengembangkan bahasa, adat istiadat dan budaya daerah masing-masing, serta hak untuk mendirikan lembaga sosial budaya

Selain hak-hak tersebut, juga terdapat beberapa poin tentang kewajiban sebagai warga negara Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945, seperti :

1.      Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan (Pembukaan UUD 1945, alinea I)

2.      Menghargai nilai-nilai persatuan, kemerdekaan dan kedaulatan bangsa (Pembukaan UUD 1945, alinea II)

3.      Menjunjung tinggi dan setia kepada konstitusi negara dan dasar negara (Pembukaan UUD 1945, alinea IV)

4.      Setia membayar pajak untuk negara (Pasal 23 ayat (2))

5.      Menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat (1))

6.      Turut ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30 ayat (1))

 

B.     Kewarganegaraan

Memiliki kewarganegaraan berarti bahwa seseorang atau rakyat tersebut memili status dan identitas dalam ruang lingkup nasional. Karena dengan memiliki kewarganegaraan terdapat sejumlah hak dan kewajiban yang berlaku secara timbal balik dengan negara itu sendiri. Kewarganegaraan juga menjadikan seseorang agar dapat berinteraksi dengan sesamanya sebagai warga negara sehingga dapat tumbuh penerimaan atas nilai-nilai sosial bersama dalam negara tersebut.

Berkaitan dengan kepemilikan kewarganegaraan, terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa kewarganegaraan tersebut yang menjadikan individu merasakan makna kepemilikan, hak dan kewajiban sosial dalam komunitas politik yakni negara.

Sedangkan menurut hukum Indonesia, kewarganegaraan adalah segala hal ikhwal hubungan antara warga negara dengan negara tersebut pada dasarnya menghasilkan bentuk bentuk keterkaitan.[4]

Pengertian kewarganegaraan dibagi menjadi dua, yakni :

1.      Yuridis dan Sosiologi :

a)      Dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara seseorang dengan negara atau kewarganegaraan sebagai status legal, sehingga ikatan tersebut menimbulkan suatu akibat hukum tertentu. Maka perlu dibuktikan dengan akte kelahiran, surat pernyataan, bukti kewarganegaraan, dan lain-lain.

b)      Dalam arti sosiologi ditandai dengan adanya ikatan hukum tetapi disertai ikatan emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah dan ikatan tanag air, sehingga keterikatannya menimbulkan suatu penghayatan.

2.      Formal dan Material :

a)      Dalam artian formal, merujuk kepada tempat kewarganegaraan dalam sistematika hukum dan bersifat publik

b)      Dalam artian materil, merujuk pada adanya hak dan kewajiban serta partisipasi warga negara

 

Asas penentuan kewarganegaraan seseorang dapat berdasarkan kelahiran maupun berdasarkan perkawinan. Asas berdasarkan kelahiran dapat dibedakan menjadi dua asas, yaitu asas ius soli dan ius sanguinis. Ius bermakna hukum atau dalil, soli berasal dari kata solum yang artinya negeri atau tanah, sedangkan sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah[5]. Pernyataan keduanya dapat dibedakan menjadi :

1.      Ius soli menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat kelahirannya

2.      Ius sanguinis menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan keturunannya

Dalam asas berdasarkan perkawinan, terdapat dalam aspek perkawinan tersebut yang mana mencakup asas persamaan hukum dan asas persamaan derajat[6] yang dijelaskan yakni :

1.      Asas persamaan hukum, berdasarkan dari pandangan bahwa suami dan istri adalah suatu ikatan yang tidak terpecah sebagai inti dari dari suatu masyarakat. Maka dalam hal ini, diusahakan status kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.

2.      Asas persamaan derajat, berdasarkan dari suatu asumsi bahwa perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan baik suami maupun istri. Namun, keduanya memiliki hak yang sama untuk menentukan sendiri kewarganegaraannya, sama halnya seeperti sebelum berkeluarga.

Penentuan kewarganegaraan yang berbeda-beda dalam setiap negara mengakibatkan masalah kewarganegaraan bagi warga negara. Seperti apatride dan bipatride. Apatride adalah sebutan bagi seseorang yang tidak memiliki kewargangeraan, sedangkan bipatride adalah sebutan bagi seseorang yang memiliki kewarganegaraan ganda. Bahkan terdapat pula seseorang dengan kewarganegaraan yang lebih dari dua atau multipatride. Maka, warga negara seperti yang diebutkan itulah yang menjadi masalah bagi negara, yang mana ia akan dianggap sebagai orang asing sehingga negara membatasi hak dan kewaajiban mereka.

Dalam Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 2006 membahas tentang tata cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia, seperti :

1.      Melalui permohonan, dengan beberapa syarat seperti :

a)      Telah berusia 18 tahun atau sudah menikah

b)      Pada saat pengajuan permohonan, sudah tinggal di Indonesia paling singkat 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut

c)      Sehat jasmani dan rohani

d)      Dapat berbahasa Indonesia dan mengakui Pancasila serta UUD RI 1945

e)      Tidak pernah dijatuhi pidana ataupun ancaman pidana

f)       Apabila memperoleh kewarganegaraan Indonesia, maka tidak boleh berkewarganegaraan ganda

g)      Mempunyai pekerjaan atau penghasilan tetap untuk membayar uang pewarganegaraan ke kas negara

 

2.      Melalui pernyataan, dengan cara penyampaian pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat berwenang. Hal ini berlaku juga untuk warga negara asing yang kawin sah dengan warga negara Indonesia dan ingin mengubah kewarganegaraannya.

3.      Melalui pemberian kewarganegaraan oleh presiden atas jasa yang telah diberikan bagi negara Indonesia (khususnya bagi orang asing)

4.      Melalui pernyataan untuk memilih kewarganegaraan

 

Namun, apabila terdapat tata cara untuk memperoleh kewarganegaraan, maka terdapat juga hal-hal yang menyebabkan kehilangan kewarganegaraan bagi warga negara. Hal itu dapat terjadi apabila warge ngeraa tersebut[7] :

1.      Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri

2.      Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain saat mendapat kesempatan untuk itu

3.      Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri dengan syarat berusia 18 tahun dan bertempat tinggal di luar negeri

4.      Masuk dalam dinas tentara asing tanpa ijin terlebih dahulu dari Presiden

5.      Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing

6.      Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagiannya

7.      Tidak diwajibkan, tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk negara asing

8.      Mempunyai paspor atau surat dari negara asing yang diartikan sebagai tanda kewarganegaraannya yang masih dari negara lain atas namanya

9.      Bertempat tinggal di luar wilayah NKRI selama 5 tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan tidak sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

10.  Perempuan warga negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki negara Asing kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut

11.  Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan Warga Negara Asing kehilangan kewarganegaraan Indonesia jika menurut hukum negara asal istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut. Atau jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginanya kepada pejabat atau perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda. Surat pernyataan dapat diajukan oleh perempuan setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinanya berlangsung

12.  Setiap orang yang memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan keterangan yang kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan, tidak benar, atau terjadi kekeliruan mengeni orangnya oleh instansi yang berwenang dinyatakan batal kewarganegaraanya. Menteri mengumumkan nama orang yang kehilangan kewarganegaraaan Republik Indonesia dalam berita negara Republik Indonesia



[1] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, 2006), hlm. 132

[2] Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 2006

[3] Undang-undang Dasar RI Tahun 1945

[4] Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 2006

[5] Kaelandan Achmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: Paradigma, 2010), hlm. 117-118

[6] Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Paradigma, 2010), hlm. 39

[7] Ibid, hlm. 47

My Blog

+100 Cups
Karena terlalu menikmati, pengunjung tidak sadar sambil menghabiskan banyak minuman. Hati-hati sering ke kamar mandi!
+9000 Lines
Banyak wawasan yang terkandung disini setiap harinya. Semoga dapat bermanfaat!
+1000 Visitors
Banyak pengunjung tertarik dan tidak ingin berpaling. Hati-hati kangen, lho!

Performance dalam pembuatan blog

Nature Nation
Soul-creator
Home Sweet Home
Creative Placement
Compass Era
Managing Time
Blind Detective
Self-term

Get to Know

Talk to me

Jika terdapat kesalahan maupun pelanggaran dalam penulisan, jangan sungkan untuk menghubungi saya segera. Anda merespon, anda peduli!

Address

Mataram City, West Nusa Tenggara

Work Time

Monday - Friday 24/7

Phone

+6281328717442

Cari Blog Ini

Sucita Ramadhanti. Diberdayakan oleh Blogger.